Sabtu, 08 Agustus 2009

ROBOT

Dalam cerita fiksi ilmiah sering ada robot-robot yang memiliki kemampuan seperti manusia atau bahkan melebihi manusia. Di layar TV, Robot ditampilkan sebagai mesin perkasa yang mampu menggantikan posisi manusia sebagai hero kemanusiaan. Produksi Hollywood yang menampilkan Robot sebagai ikon Superhero laris manis di pasaran. Bagi anda yang telah menonton film Transformer tentu memiliki ingatan yang tajam tentang Robot dengan aneka kecanggihannya. Robot yang memiliki pola pikir layaknya manusia, sekuat Tank militer, melaju layaknya roket nuklir berkecepatan tinggi. Yang jelas, Robot bukan lagi suatu imajinasi; dan mungkin saja dahulunya terlahir dari imajinasi. Robot terlahir dari suatu imajinasi. Imajinasi yang revolusioner. Brilian. Produktif.

Kekuatan imajinasi yang melahirkan produk kecanggihan telah mereproduksi Robot sebagai mesin multifungsi. Dalam perspektif industrialis, Robot dapat difungsikan sebagai pekerja moderat. Dalam dunia militer, Robot dapat difungsikan sebagai mesin pengintai musuh, sinyal posisi dan radar informasi. Dalam perspektif entertainment, Robot difungsikan sebagai kepentingan bisnis dan jargon hiburan anak-anak. Anak-anak mengimajinasikan Robot sebagai jagoan yang mampu bertingkah layaknya manusia—bahkan mampu berbicara, seperti yang tampil di layar TV. Robot kemudian menjadi duplikat hidup bagi manusia untuk berperan menggantikan posisinya dalam bekerja, beraktivitas, dan sebagainya. Robot pun mampu menghasilkan hiburan dan uang bagi kalangan entertain misalnya.


Sejarah ROBOT
Kata “Robot” diciptakan pada tahun 1920 oleh penulis cerita bangsa Cekoslovakia, bernama Karel Capek. Di dalam ceritanya R.U.R (Rossum’s Universal Robot), Robot berasal dari akar kata “Robota” yang berarti pekerjaan yang menjemukan. Capek melukiskan suatu masyarakat dimana otomasi yang terbentuk secara kimiawi menjalankan semua pabrik. Dengan demikian, tujuan awalnya adalah agar manusia dapat membebaskan diri secara sempurna dari penurunan derajat buruh.
Seiring dengan perkembangannya dari tahap tradisional ke tahap moderat, robot perlahan mendapatkan posisi positif dalam kacamata industri. Persatuan Insinyur Pabrik di Amerika (ASME) menyatakan bahwa penggunaan teknik sensor saat ini akan memungkinkan robot mendekati kemampuan manusia dalam memasang mesin, dan setidaknya saat ini lebih dari 15 % dari semua sistem pemasangan di USA menggunakan teknologi Robotik. Di Jepang, Robot telah ada sejak zaman Edo [1603-1867] yang terlebih dahulu tampil sebagai boneka mekanik yang dikenal sebagai Karakuri Ningyo. Robot mulai benar-benar dikembangkan di Jepang sejak tahun 1973, oleh Professor Ichiro Kato dari Universitas Waseda. Masyarakat Jepang secara umum memperlihatkan antusiasme tinggi terhadap segala jenis robot. Beberapa robot seperti astroboy mungkin paling memiliki konstribusi terhadap pembentukan perspektif positif masyarakat Jepang terhadap robot. Robot saat ini telah berekspansi ke pelbagai negara maju dan berkembang dengan segudang temuan dan inovasinya. Kompetisi Robot telah dibuka di Kampus-kampus, institusi Rekayasa Sains bahkan ke sekolah kejuruan, kompetisi lokal maupun internasional. *

Robot Industri
Penggunaan jasa Robot bagi industri bukan sesuatu yang mutakhir. Kalangan industrialis sebelum abad 20 telah memanfaatkan tenaga Robot sebagai pelapis tenaga manusia. Pabrik dahulunya hanya memanfaatkan jasa Robot demi kepentingan keamanan kerja dan produktivitas. Jika derajat keamanan kerja tinggi dan menuntut keselamatan lebih bagi pekerja, maka Robot dapat diperkenalkan dengan baik. Seiring dengan kompleksitas pekerjaan, Robot diharapkan mampu menggantikan tenaga manusia dalam kondisi pekerjaan apapun tanpa pengecualian. Di Jepang, terdapat tiga perusahaan raksasa yang telah memperkenalkan Robot sebagai karyawan pabrik di lantai produksi. Honda Motor Company, memperkenalkan robot humanoid ASIMO (Advance Step in Innovative Mobility) menyerupai astronot kecil yang mampu membawa backpack dengan speed 6 km/jam. Kokoro Company Ltd. memperkenalkan Robot humanoid ASTROID yang mampu berekspresi mengedipkan mata, berbicara dan bernafas. ASTROID diberikan tanggung jawab layaknya customer service bertugas memberi salam pada tamu kafe, pusat informasi, kompleks, perusahaan, ataupun museum, dengan biaya 400.000 yen untuk 5 hari termasuk biaya koreografi. Sony Dream Company memunculkan Robot Q-RIO (Quest for Curiosity) yang memiliki kemampuan mengenali wajah, suara dan mengingat karakter fisik seseorang. Dalam kurun terakhir, negeri sakura tersebut terus menerus mengimprovisasi temuan robot yang sebelumnya telah mengguncang dunia dengan produksi robot pengganti tenaga medis (dokter) hingga penciptaan robot dansa. Hasil yang fenomenal.**


Dampak Sosial dan Krisis Global
Dalam kondisi kerja aktual, otomasi umumnya telah mendapatkan suatu hasil yang menguntungkan. Pekerjaan pabrik yang berat dan berbahaya saat ini dilakukan secara otomatis, nyaris tanpa resiko. Pabrik yang menggunakan jasa robot biasanya lebih aman dan lebih higienis. Penugasan robot untuk pekerjaan berbahaya dapat meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja seperti resiko accident, dan kontaminasi bahan yang menimbulkan alergi. Mereka yang percaya bahwa perkembangan penggunaan robotik dan otomasi meyakini tidak timbulnya pengangguran secara luas sebagai dampak peralihan teknologi dan informasi. Robot dan otomasi lainnya baru akan mengarah pada perkembangan atau penyesuaian kembali tenaga kerja—bukannya penggantian. Produksi besar-besaran dengan otomasi telah memungkinkan adanya suatu jarak yang lebar antara barang-barang konsumsi yang relatif murah dari jenis yang seragam. Penggunaan robot di satu sisi dapat mereduksi pemborosan waktu kerja, jam kerja yang lebih pendek, dan pemindahan barang yang relatif ringan. Di sisi lain, robot masih terbatas pada keputusan kerja teknis operasional—bukan taktis. Robot sebagaimana manusia tidak bisa terlepas dari potensi kerusakan, umur teknis dan penurunan produktivitas. Penciptaan robot dengan daya analitik modern masih memerlukan observasi dan temuan yang sempurna.

Dalam kurun waktu terakhir, khususnya pasca hantaman krisis ekonomi global sedikit banyaknya juga berimbas pada penggunaan robot industri disamping tenaga kerja. Di Jepang, sebagaimana dilaporkan New York Times (14/7/2009), permintaan masyarakat terhadap robot berkurang cukup drastis. Industri robot Jepang yang mempekerjakan 370.000 orang ikut terkena imbasnya. Sebuah analisis memperkirakan, bisnis industri robot Jepang bakal menurun 40 persen tahun ini. Sedangkan data dari Japan Robot Association mencatat bahwa pengapalan robot industri menurun 59 persen pada kuartal pertama 2009 ketimbang kuartal sebelumnya. Di pabrik, banyak produk robot-robot pekerja harus menganggur, menunggu lama untuk datangnya pesanan. Sedangkan robot-robot yang difungsikan untuk pekerjaan rumah tangga dan perawatan orang tua juga banyak yang lost sales. Namun semua itu adalah implikasi yang sama sekali diharapkan tidak melahirkan dampak bagi pengurangan potensi kreatif terhadap perkembangan robot khususnya. ***

Selasa, 17 Maret 2009

PROFESI INSINYUR : SEBUAH TINJAUAN KOMPARATIF

Insannul Kamil, Andhika Dinata

Seorang insinyur saat ini tidak hanya dibekali dengan medium desain teknologi dan perangkat keras enjinering, tetapi telah menjelma jadi perpaduan medium-medium tersebut dengan pola pikir manajemen yang progresif dan struktural


(1)
Insinyur adalah sebuah profesi. Keprofesian insinyur kurang lebih sama dengan keprofesian lain, seperti dokter, guru, pengacara dan lain-lain. Dewasa ini, pembicaraan tentang profesi dan kode etika insinyur kembali dibahas dan dimunculkan. Berbagai opini dimunculkan dan salah satu diantaranya yaitu perlunya studi komparatif atau perbandingan profesi insinyur dengan profesi lainnya. Seperti halnya profesi dokter, guru, pengacara, dan sebagainya maka insinyur bisa diklasifikasikan pula sebagai sebuah profesi. Dalam hal ini Accreditation Board for Engineering and Technology (ABET, 1993) telah mendefinisikannya sebagai :

"the profession in which a knowledge of the mathematical and natural sciences gained by study, experience and practice is applied with judgement to develop ways to utilize, economically, the materials and forces of nature for the benefit of mankind".


Dengan mengacu pada pengertian dan pemahaman profession tersebut di atas, maka tampak jelas bahwa ruang lingkup kegiatan rekayasa (keinsinyuran) bisa disejajarkan dengan kegiatan dalam lingkup kedokteran, keguruan, kepengacaraan maupun keprofesian lainnya. Ilmu rekayasa/keinsinyuran (engineering) sendiri secara umum dipahami sebagai ilmu terapan (applied science) atau penerapan dari prinsip-prinsip ilmiah melalui penggunaan model dan teknologi. Tujuan utamanya adalah merancang sistem baru dan memperbaiki yang sudah ada demi kemanfaatan manusia1.


Dalam konteks kekinian, makna “insinyur” secara etimologis telah mengalami ameliorasi. Insinyur dahulu dikenal sebagai ahli teknisi yang mampu membuat jembatan, bangunan, dan mesin-mesin pertanian. Insinyur saat ini tidak hanya menempatkan posisi keberartian insinyur sebagai ahli teknisi saja, tetapi juga menempatkannya sebagai seorang pemikir dan pembangun yang moderat. Pada masa sekarang, hampir setiap rumpun ilmu memerlukan peran seorang insinyur. Insinyur dibutuhkan dalam kajian mineralogi/metalurgi, geologi, planologi, konstruksi, industri, pertanian, bahkan kajian lingkungan hidup (environmental engineering). Seorang insinyur saat ini tidak hanya dibekali dengan medium desain teknologi dan perangkat keras enjinering, tetapi telah menjelma jadi perpaduan medium-medium tersebut dengan pola pikir manajemen yang progresif dan struktural. Pergeseran makna “insinyur” telah membawa suatu dampak logis guna memunculkannya kembali dalam studi komparasi sederhana dengan profesi-profesi lainnya.

Guru adalah sebuah profesi yang dapat dijadikan sebagai objek pembanding. Profesi guru hingga saat ini menjadi sebuah profesi yang appreciate bila dihubungkan dengan aspek non materiil, berupa transfer of knowledges dan transfer of value dari seorang guru pada peserta didiknya. Profesi guru terbagi atas tiga (3) fungsi umum, yaitu guru sebagai konselor, guru sebagai motivator dan guru sebagai fasilitator. Seorang guru dalam posisinya sebagai konselor mengambil peranan sebagai psikolog dan pengayom kebutuhan non psikis dari peserta didiknya. Disamping itu, ia juga lebih berperan sebagai penunjuk dan penyedia media ajar yang kemudian dikenal sebagai educational facilitator. Pada saat itu, profesi guru menjadi sebuah profesi yang prestisius yang layak memeroleh “nilai lebih” dalam pandangan strata masyarakat.

Keberadaan seorang guru mampu melahirkan ratusan sumber daya manusia yang berkualitas di masa datang. Bahkan lebih dari itu, peran seorang guru turut andil dalam melahirkan generasi-generasi profesi lainnya seperti dokter, pengacara, insinyur dan sebagainya. Profesi tersebut tidak akan pernah berarti apa-apa tanpa melewati pembekalan mendasar dan proses pembelajaran panjang dari tenaga pendidiknya (: guru). Bagian dari deskripsi tugas seorang guru adalah menyiapkan sumber (bahan) pembelajaran, media pembelajaran, kurikulum, dan strategi ajar. Deskripsi tugas ini tentu saja membutuhkan kemauan, semangat dan ketekunan guna melahirkan pembekalan pendidikan yang berkualitas bagi peserta didik.

Dalam analisis sederhana, ada beberapa kriteria kesamaan antara profesi keguruan dan keinsinyuran, diantaranya dilihat dari aspek kemampuan, keahlian, kompetensi, kecakapan hidup, dan kode etika. Beberapa komparasi tersebut dan perbedaan deskripsinya diperlihatkan dalam Tabel 1. berikut.

Tabel 1. Komparasi Guru dengan Insinyur


Tabel 2. Kompetensi Guru dalam Standardisasi Profesi2


Disamping profesi guru, juga terdapat profesi lain yang tidak kalah penting yaitu profesi dokter. Profesi kedokteran sebenarnya telah lama menjadi sasaran kritik sosial yang tajam3. Rasa kurang puas terhadap profesi kedokteran muncul dalam media massa. Sejauh ini, masyarakat biasanya baru tersentak jika pelanggaran etik kedokteran telah menyangkut bidang hukum. Dengan semakin berkembangnya kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban profesi kedokteran, maka tindakan-tindakan yang merupakan pelanggaran etik kedokteran mulai disoalkan. Hal-hal yang dahulu tidak dikenal sebagai pelanggaran, sekarang sudah mulai disadari. Bahkan tindakan-tindakan yang sebenarnya tidak termasuk pelanggaran etik dengan mudahnya dianggap sebagai pelanggaran etik dan dinyatakan sebagai malpraktik. Hal tersebut kemudian menimbulkan kesan bertambahnya kasus-kasus pelanggaran etik. Namun bukan berarti profesi guru atau insinyur dapat terlepas dari persoalan kode etik yang pelik sepertihalnya profesi dokter. Catatan tersebut menjadi wujud realitas yang dilaporkan langsung oleh Konsil Kedokteran Indonesia (2006).

Pada dasarnya profesi dokter dan insinyur memiliki dua (2) kesamaan yang sangat substansial yaitu peranan dalam memegang teguh prinsip dasar dan kode etik profesi, serta acuan dasar kompetensi yang digariskan secara bersama oleh asosiasi profesi dari masing-masingnya. Asosiasi profesi dokter di Indonesia dipayungi oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), sementara asosiasi profesi insinyur Indonesia diorganisir oleh Persatuan Insinyur Indonesia (PII).

Tabel 3. Perbandingan Profesi Dokter dan Insinyur


Perbandingan melalui analisis sederhana tersebut di atas tidak semata memberikan gambaran bagi banyak kalangan tentang keberadaan insinyur sebagai sebuah profesi. Perbandingan tersebut setidaknya mendasari satu pertanyaan, dalam posisi mana keberadaan insinyur saat ini apabila dilihat dari profesionalitas, kepatuhan terhadap kode etik, serta yang paling sentral yaitu kemampuan bobot atau kompetensi yang dipunyai insinyur itu sendiri. Kode etik adalah rambu-rambu yang tidak dapat diindahkan oleh seorang insinyur atau sarjana teknik karena setiap pelanggaran terhadapnya akan berbuah terhadap konsekuensi terhadap kesejahteraan dirinya, lingkungan dan atau masyarakat. Etika profesi keinsinyuran menurut Bennet4 (1996) didefinisikan sebagai "study of the moral issues and decisions confronting individuals and organizations involved in engineering". Dengan demikian, kode etik berhubungan dengan masalah moral, individu dan atau organisasi yang memuat sanksi yang dapat diberikan oleh wadah asosiasi profesi yang memayunginya.

Pengenalan dan pemahaman mengenai etika profesi keinsinyuran ini perlu dilakukan sedini mungkin, bahkan beberapa perguruan tinggi teknik sudah mencantumkannya dalam kurikulum dan mata kuliah khusus. Accreditation Board for Engineering and Technology (ABET) sendiri secara spesifik memberikan persyaratan akreditasi yang menyatakan bahwa setiap mahasiswa teknik (engineering) harus mengerti betul karakteristik etika profesi keinsinyuran dan penerapannya. Dengan persyaratan ini, ABET menghendaki setiap calon insinyur harus betul-betul memahami etika profesi, kode etik profesi dan permasalahan yang timbul diseputar profesi yang akan ditekuninya nanti.

Adapun kekurangan yang dihadapi oleh kalangan insinyur saat ini adalah anggapan minor terhadap terjadinya deteriorisasi kode etik dan atau kemampuan keinsinyuran yang berdampak terhadap brand profesionalitas insinyur itu sendiri.


(2)
Kelebihan dan Kekurangan Profesi Insinyur dengan Guru dan Dokter
Secara konseptual
 Secara konsep, profesi insinyur memiliki perbedaan dengan profesi guru. Profesi guru diperoleh melalui sertifikasi formal yang dilegalkan oleh Institut Keguruan atau Universitas yang memegang paten keguruan. Sementara Insinyur pada saat ini tidak lagi diformalisasikan lewat institusi formal seperti Universitas tetapi lewat organisasi asosiasi profesi. Di Indonesia, sertifikasi insinyur disahkan oleh asosiasi PII dan setiap calon insinyur diharuskan untuk mengikuti kegiatan rutin yang dapat mendukung pemahaman dan kompetensi calon insinyur terhadap bidang kajiannya. Profesi dokter sebenarnya tidak berbeda jauh dengan profesi insinyur, pokok fondasi dari kedua profesi ini tidak jauh berbeda karena memegang teguh kode etik masing-masing yang dalam garis besar dibedakan atas etika kemanfaatan umum (utilitarianism ethics), etika kewajiban (duty ethics), etika kebenaran (right ethics), etika keunggulan/kebaikan (virtue ethics), dan etika sadar lingkungan (environmental ethics). Keseluruhan pokok etika ini harus diaplikasikan oleh seorang dokter dan atau insinyur.

 Kesamaan lain dari keduanya (insinyur dan dokter) adalah sama-sama menuntut keahlian rasional-matematika (basic sciences) dan meramunya dengan permasalahan praktis di lapangan. Perbedaan yang cukup menonjol saat ini yaitu seorang insinyur harus dibekali dengan sedikit pengetahuan organisasi dan manajerial yang secara teoritik tidak diperoleh lewat bangku pembelajaran keguruan/kedokteran. Adapun kekurangan yang dihadapi oleh kalangan insinyur saat ini adalah anggapan minor terhadap terjadinya deteriorisasi kode etik dan atau kemampuan keinsinyuran yang berdampak terhadap brand profesionalitas insinyur itu sendiri. Pengakuan terhadap legalisasi profesi insinyur pada saat sekarang tidak sebaik pandangan masyarakat terhadap profesi lain, seperti dokter dan pengacara. Sebagai pandangan logis, setiap dokter atau pengacara dapat mengambil peruntungan legalisasi profesi dengan membuka praktik umum atau komersialisasi penyediaan jasa secara legal. Berbeda dengan saat ini, seorang insinyur yang telah bersertifikasi tidak dapat dengan segera membuka penyediaan jasa konsultan sebelum terlebih dahulu membuktikan striving on progressnya dalam jangka waktu panjang terhadap instansi swasta, industri dan atau pemerintah.

Penerapan
 Dalam kenyataannya, penerapan kode etik profesi belum sepenuhnya dapat diterapkan secara baik oleh keseluruhan profesi (guru, dokter, insinyur). Pelaksanaan pedoman kode etik profesi seharusnya diimbangi dengan pemuatan sanksi hukum tertulis terhadap pelanggaran poin kode etik tersebut. Pelanggaran kode etik dapat saja terjadi untuk profesi apapun, dan sanksi hukum untuk tiap profesi adaptif terhadap pelanggaran yang dilakukan. Pelanggaran dalam etika profesi dapat berupa pelanggaran terhadap perbuatan yang tidak mencerminkan respek terhadap nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh profesi atau pelanggaran perbuatan pelayanan jasa profesi yang kurang mencerminkan kualitas keahlian yang kurang dapat dipertanggung-jawabkan5.

 Profesi dokter dan insinyur adalah profesi yang tidak hanya berhubungan dengan individu atau sekelompok orang, tetapi berhubungan langsung dengan komunitas masyarakat dan menyangkut kepentingan publik. Seorang insinyur memiliki tanggung jawab sosial apabila pekerjaan yang diembannya berhubungan dengan lingkungan masyarakat. Seorang dokter juga memiliki tanggung jawab moral terhadap pasiennya karena menyangkut keselamatan hidup orang lain. Dengan demikian, organisasi profesi bersama pemerintah dan aparat hukum harus mencermati dan membuat perundangan yang tegas terhadap tiap pelanggaran yang berhubungan dengan pelanggaran kode etik profesi. Pemberian sanksi oleh asosiasi profesi saja tidak cukup tanpa adanya sanksi atau perundangan hukum yang dapat mengikat pelaku pelanggar kode etik profesi tersebut.

Catatan Akhir :
1Anonim. “Etika Profesional: Pengalaman dan Permasalahan”.
(http://www.geocities.com//), diakses 24 Januari 2009.
2 Lihat pedoman sertifikasi guru Universitas Negeri Padang. “Sertifikasi Guru”.
(http://sertifikasi.profesi.blogspot.com//), diakses 24 Januari 2009.
3Lihat catatan Pedoman Standar Pedoman Profesi Dokter. 2006. Konsil Kedokteran
Indonesia. Indonesian Medical Council. Jakarta. (http://www.depkes.go.id//), diakses 24 Januari 2009.
4Anonim. up cit. “Etika Profesional: Profesi, Profesional, Profesionalisme”.
5Anonim. up cit. “Etika Profesi dan Kode Etik Profesi”.


Tentang Penulis :
Insannul Kamil. Dosen Tetap Jurusan Teknik Industri Universitas Andalas Padang. Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Wilayah SUMBAR.

Andhika Dinata. Mahasiswa Riset Jurusan Teknik Industri Universitas Andalas. Saat ini sedang menyelesaikan studi di almamternya tersebut.

Selasa, 27 Januari 2009

‘ayn al yaqin


Ya Rabb telah membumbung
qalbuku dalamMu, maka
bukakan mataku yang lelap dari
duka hari yang bengis
jeritan saudaraku
di Palestina
di Khasmir
di Iraq
di Afghan
di Chechnya
di Bosnia
di Moro
di Ambon
-dimana-manapun
mereka berada,
mendekam kemudian
berpulang padaMu.

Ya Rabb telah membumbung
nafsku dalamMu, maka
lepaskan kekakuan lisanku dari
konspirasi hitam yang bengis
menusuk rongga ketakadilan
oksigen saudaraku
di Palestina
di Khasmir
di Iraq
di Afghan
di Chechnya
di Bosnia
di Moro
di Ambon
-dimana-manapun
mereka berada,
menjerit kemudian
berpulang menujuMu.

Ya Rabb telah membumbung
dzikirku dalamMu, maka
gerakkanlah rangkaku yang diam dari
kebohongan perang yang bengis:
sepakat tanda kabung telah
membasuh darah saudaraku
di Palestina
di Khasmir
di Iraq
di Afghan
di Chechnya
di Bosnia
di Moro
di Ambon
-dimana-manapun
mereka berada,
diperkosa kemudian
dipenggal menujuMu.

Ya Rabb telah membumbung
kesadaran amarahku dalamMu, maka
tabirkan gendang telingaku yang pekak dari
jerit tangis ibu tak bertalu
menyirami bendera perang
saat bayi putih terkubur
di Palestina
di Khasmir
di Iraq
di Afghan
di Chechnya
di Bosnia
di Moro
di Ambon
-dimana-manapun
mereka berada,
dihujani peluru kemudian
dituba menujuMu.

Ya Rabb
perkenankan aku berkabung sangat, dalam
torehan tinta ini kuberharap sangat
“Inna Nashrallahi qariib”

Ya Rabb
perkenankan aku memenggal dan menghujami
mereka hingga saat itu --
saat-saat dan detik-detik penghabisan
yang Kau janjikan :


biar aku menghujamnya
dengan pedangMu
dengan lisanMu
dengan buldozerMu
dengan senapanMu
dengan mesiuMu
dengan takbirMu
dengan tasbihMu
dengan batuMu
dengan do’aMu
dengan murkaMu
dengan sujudMu
dengan hartaMu
dengan batinMu
dengan tanganMu
dengan kakiMu
dengan belengguMu
dengan dzikirMu
dengan kasihMu
dengan nashMu
dengan nashrMu
dengan azaliMu
dengan Qur’anMu
dengan apapun:
segala tempat
segala wadah
segala hujam
segala rajam
dalam
kalimahMu
Yang Satu :
Allahu Akbaru!!!

Perkenankan Ya Rabb..
Perkenankan..
AMIN.

Selasa, 20 Januari 2009

ALLAH YANG KURINDUKAN


Man’arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu1

Allah. kurindumu dalam denyut
aku berbincang, dengan kesadaran
aku bungkam.
“Kau ciptakanku dalam satu waktu”.

Allah. kurindumu dalam sepi.
sepi yang nian, darahku alir
dengan kehangatan.
“Kau anugerahiku sepanjang waktu”.

Allah. kurindumu dalam puisi
dimana kutoreh kembali Alif KasihMu,
dalam denyut aku berbincang
dengan kesadaran aku bungkam,
dalam sepi yang nian, darahku alir
dengan kehangatan.
-kutulisi puisi merinduMu–
Allahu.


Dinata, Andhika
Padang “Nan Dalam”/ 2008

Rabu, 07 Januari 2009

SUARA-SUARA SAYU (Untuk Tan Malaka)



”... Krakatau meletus menyemburkan batu dan lahar, merusakkan sekitarnya. Tetapi juga membagi bahagia kepada manusia, karena menyemburkan abu yang menambah subur dan makmurnya tanah. Tetapi sekarang bukan alam Indonesia yang meletus melainkan jiwa rakyatnya yang lama terhimpit dan tertindas itu...”
( Tan Malaka )


/1/
Ada yang menghentak tatkala saya selesaikan untuk membaca teks pidato Tan Malaka. Pidato tersebut kemudian dikenal dengan ”Membangun Dunia yang Adil untuk Semua Bangsa”1. Saya bisa bayangkan jika seandainya saya berada dalam dimensi yang sama ketika teks pidato tersebut pertama dibaca pengarangnya, maka pastilah saya terkagum hebat dibuatnya. Dalam ”Membangun Dunia yang Adil untuk Semua Bangsa”, Tan Malaka sekali lagi mengemukakan gagasan-gagasannya. Pertama, ia berbicara tentang revolusi politik. Kedua, ia berbicara tentang komparasi sejarah. Ketiga, ia berbicara tentang sistem ekonomi. Dan yang paling utama dari semuanya adalah pembicaraannya tentang kemerdekaan. Bagi Tan Malaka, kemerdekaan itu ialah buat ”kelak kemudian” hari. Gagasannya untuk melebur semangat revolusioner seringkali diiringi dengan figurasi yang meletup-letup, menunjukkan kedalamannya yang sangat -- akan kemerdekaan. Seperti disebutnya,” ... Demikianlah sejarah Indonesia berdiam diri, ratusan malah puluhan ratusan tahun sampai alam Indonesia bersuara”.

Apa yang disebut Indonesia ”berdiam diri” itu yang apabila kita bawakan pada dimensi sekarang tentu akan menjadi wujud yang ”multi-tafsir”. Sungguh, sebuah kepanikan luar biasa tengah menggoncang Tan Malaka, hingga ia menyebut Indonesia hanya akan ”seperti-seperti ini saja” jika ia berhenti untuk ”bersuara”. Ya, apa yang disebutnya ”bersuara” adalah sebuah prinsip yang memiliki suatu determinasi, atau tepatnya cita-cita yang sentralistik. Tan Malaka, seperti halnya tokoh revolusioner lainnya sangat prihatin melihat Indonesia semakin terkotak dalam pergerakan kemerdekaan. Daya kritisnya menyebutkan, orang Indonesia saat itu tak berinisiatif, lesu-malas dan biadab. Masyarakat lebih suka berteriak ramai-ramai tanpa unsur gerak dan perlakuan. Perjuangan dilakukan ”setengah hati” dengan memendam rasa sakit tanpa berupaya untuk menentang rasa sakit itu; berteriak dan menimpalinya. Tan Malaka adalah individu itu, individu yang lebih menyenangi aksi dan pergerakan revolusioner, meski terkadang militansi revolusioner yang dilekatkan pada dirinya terkesan agak berlebihan.

Dalam pandangannya tentang kapitalis, ia lebih memandangnya sebagai teror. Tan Malaka, tercatat dalam sejarah, sangat tidak senang pada sistem ekonomi kapitalis Eropa Barat maupun Amerika. Amerika dan kroni disinggungnya sebagai musuh dan imperialis yang telah memukul mundur perekonomian Asia Timur Raya. Tan Malaka dengan semangat revolusionernya turut memposisikan diri sebagai ”ekonom” yang mau tidak mau harus tanggap terhadap politik dan perubahan ekonomi dunia saat itu. Tak dapat dipungkiri bahwa di lain sisi ia lebih terturut pada sistem ekonomi Eropa Timur (: Sovyet Rusia) yang dipujinya selangit. Tambahnya, dari dunia Eropa Timur itulah ia merasa mendapat ilham dan petunjuk yang perlu diterapkan dalam perjuangan politik, ekonomi dan sosial di tanah air. Tan Malaka menambahkan dalam teks pidato yang monumental itu, bahwa perjuangan persatuan buruh dan tani di Sovyet Rusia sangat revolusioner, tersusun dan terdisiplin. Pernyataan dan konsepsi Tan Malaka yang cenderung ke Sovyet membuatnya dicap sebagai komunis tulen. Tak dapat disangkal, tanggung jawab dan posisi sebagai Wakil Komunis Internasional (WaKomIntern) setidaknya menunjukkan keanggotaan aktifnya dalam Partai Komunis Indonesia.

Tan Malaka dalam pandangannya memberikan bobot kemerdekaan penuh apabila kesetaraan politik dan ekonomi sepenuhnya dicapai. Konsep ini yang kemudian digagasnya sebagai ”Merdeka 100%”. Lain dari itu, bangsa belum bisa dikatakan merdeka. Konsepsi ”Merdeka 100%” itu sering dianggap berseberangan dengan gagasan Hatta maupun Syahrir yang dicapnya sebagai tokoh nasionalis ”lunak”. Bagi Tan Malaka, tidak ada kompromi atau diplomasi untuk Hindia Belanda atau campur tangan asing dalam sektor ekonomi. Konsep Marxis tentu saja tidak bisa dipisahkan dari dirinya. Bagi saya, pandangan positif sah-sah saja diberikan pada Tan Malaka yang menolak sistem imperialisme guna membebaskan diri dari tekanan politik, penjajahan ekonomi dan atau budaya. Namun suatu sikap yang mustahil apabila terlalu memaksakan kemerdekaan datang sekejap dalam tempo bersamaan: politik-ekonomi-sosial, saat gaung kemerdekaan belumlah mencapai kulminasi yang utuh. Dan pandangan ini pula yang ditolak mentah-mentah oleh Tan Malaka dalam tiap orasinya, bahwa kemerdekaan seratus persen mau tak mau harus dicapai sesegeranya; rakyat Indonesialah yang meletus melemparkan imperialis!!.

/2/
Munculnya polemik bahwa gagasan Tan Malaka dianggap terlalu ”rumit” dan cenderung menyamarkan gerakan kemerdekaan yang semula diemban. Pemahaman MADILOG (Materialisme-Dialektika-Logika) adalah salah satu dari gagasannya yang dianggap “rumit” itu. Katanya, logika dan dialektika bergantung pada materialisme, sebaliknya materialisme bersangkut paut dengan dialektika dan logika2. MADILOG setidaknya dapat saja bermula dari pemahamannya tentang Marxis yang hipotesanya dikembangkan sendiri oleh Tan Malaka. Terlepas dari benar atau tidaknya dugaan ini, yang jelas pemahaman MADILOG mengedepankan bukti empirik meski bukti tersebut belum berhasil diterangkan secara rasional atau logika pengetahuan. Baginya, kekuatan besar adalah kekuatan ideologi yang menggunakan pola pikir penyelesaian tanpa dogma.

Berbicara tentang ideologi berarti berbicara tentang doktrin pemahaman. Pemahaman itu pula yang menjadi polemik soal ketokohan Tan Malaka, seorang nasionalis kah atau komunis kah?. Kontroversi tentang polemik ini melahirkan ide untuk mengkaji kembali biografi historis dari Tan Malaka guna meluruskan penulisan teks sejarah atasnya, barangkali pula untuk mengapresiasi pergerakan Tan Malaka sebagai sesuatu yang memang layak untuk diapresiasi. Ketika tabir dibuka, pelbagai pendapat dan argumen pun bermunculan. Ada yang mencoba mengaitkan sisi historis Tan Malaka dengan tanah kelahirannya Minangkabau*, sehingga muncul pedoman; ”Mungkinkah seorang Tan Malaka komunis sementara ia dibesarkan di tanah kelahiran yang memiliki kultur keislaman yang kuat?”. Untuk sementara ini, bahkan hingga tuntasnya esai ini, saya lagi tak berani menduga atau menjawab pertanyaan tersebut. Akan tetapi, bagi saya, korelasi antara karakter individu belum tentu sepenuhnya dipengaruhi oleh kultur alam bahkan lingkungan yang mengitarinya. Tak ada yang menyebutkan atau menguak sisi agamis Tan Malaka itu, meski ada yang mencoba mengaitkan dirinya dengan partai lain yang bercitrakan Islam saat itu. Tak ada informasi yang dapat dijadikan referensi apakah ia benar seorang ”muslim” hingga akhir hayatnya, dan hal ini tak tercatat tegas dalam sejarah. Namun, hubungan keakrabannya dengan ISDV dan PKI lebih memungkinkan dirinya memang tertarik dengan sistem organisasi atau gerakan politik dari kedua perhimpunan tersebut. Tentu saja, hubungannya dengan SI tak dapat dipandang sebelah mata, namun tak dapat pula dipastikan bahwa Tan Malaka memiliki ketertarikan terhadap organisasi islam itu. Terlebih lagi muncul desus sesudahnya bahwa terjadi infiltrasi sayap kiri komunis ke dalam tubuh kepartaian SI sendiri.

Di sisi lain, peranan PKI dan pemuda-pemuda PKI dalam latar pergerakan kemerdekaan Indonesia adalah satu dari sekian deret realitas yang tak dapat untuk tidak kita pandang. Gerakan revolusioner komunis beserta militansinya itu telah melahirkan kaderisasi politik yang menghujam mentah-mentah jantung pertahanan Hindia Belanda – kaum imperialis umumnya. Tan Malaka dalam pergerakannya sangat aktif mensiasati aksi pemogokan umum dalam upaya menentang ketidakadilan dan perbedaan strata ekonomi. Pelaksananya adalah buruh pabrik dan rakyat kecil yang menerima imbas dari ketidakadilan sistem ekonomi kapitalis saat itu. Aksi pemogokan diawali dengan orasi hebat dari Tan Malaka, kemudian dilanjutkan dengan demonstrasi dengan menggunakan selebaran-selebaran yang diasungkan sebagai sarana kritik sosial. Beliau seorang pemikir, penulis, kritikus politik, dan orator. Apabila Tan Malaka berorasi, tentu semangat rakyat kecil itu turut ”berorasi”, tergugah dan terkobar. Orasinya sangat luar biasa, jika orang tak serta membandingnya segera dengan Bung Karno, sang orator wahid itu. Sebagai seorang penulis, selain MADILOG, Tan Malaka juga banyak menulis karya fenomenal meliputi bidang kemasyarakatan, kenegaraan, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan sampai kemiliteran yang kemudian dikenal dengan GERPOLEK (Gerilya, Politik dan Ekonomi, 1948)3. Pemikiran-pemikiran bernasnya tentunya lahir dari latar belakang dan situasional politik yang mendorongnya ”memeta”, berfikir dan menggagas.

/3/
Mengenai kemerdekaan, ada yang menarik dari ”Membangun Dunia yang Adil untuk Semua Bangsa” itu :
”Apakah pengalaman 350 tahun belum cukup lagi buat kita rakyat Indonesia yang 70 juta ini akan sekali lagi diserahkan kepada macan kalah, kelak akan kembali dipimpin oleh kruneider dari Belanda?”.

Orasi tersebut terkesan rhetorics, namun menunjukkan bagaimana Tan Malaka menolak tegas bentuk penindasan, apapun namanya, dan apapun bangsanya yang kelak hanya akan menjadikan Indonesia dan rakyatnya sebagai kuli jajahan belaka. Tiga abad lebih adalah ketertindasan yang sangat, dan rakyat harus bergerak maju dan bersatu padu untuk menghirup bebas oksigen kemerdekaan.

Mengenai sistem ekonomi, ia membandingkan perekonomian Bumi Putera dengan perekonomian Tata di Hindustan (India). Beliau mempertanyakan stagnasi perekonomian Bumi Putera saat itu yang tidak banyak memengaruhi kas nasional dan tak lagi mampu menyentuh kesejahteraan rakyat kecil. Maskapai Tata Hindustan, katanya, sudah mampu membuat baja, besi bahkan kereta dam mesin kala itu. Maskapai-Tata juga meliputi perusahaan listrik seantero Hindustan. Semua perusahaan di Hindustan telah dipusatkan pada Bank Tata yang kokoh dan kuat. Sementara di Indonesia, kondisi kontras diketemukan. Orang Indonesia saja belum mampu mengolah baja dan besi secara otodidak, apalagi membuat kereta dam mesin. Semua perusahaan tersebar di seantero nusantara namun belum sepenuhnya terpusat pada kas Bumi Putera (Bank Nasional), sehingga ”gaung ekonomi” masih begitu-begitu saja.

Koreksi ekonomi itu yang disinggung Tan Malaka dalam pidatonya itu :

”Kita di Indonesia sudah bangga dengan pabrik rokok kretek. Memang pabrik rokok kretek itu sudah mempunyai modal besar. Pekerjanya sudah sampai ribuan. Pabrik rokok itu baik buat mengepul-ngepulkan asap ke udara. Tetapi letaknya terpencar-pencar belum disatukan oleh Bank Nasional. Pabrik atau perindustrian bumi-putera yang meliputi seluruhnya Indonesia, seperti Maskapai Tata di Hindustan itu, belum kelihatan tunasnya.”


Adalah wajar jika Tan Malaka berbicara lantang tentang perekonomian nasional yang ambruk saat itu. Sebenarnya, krisis ekonomi yang melanda Asia Timur juga dirasai oleh negara-negara Eropa hingga Amerika. Di Amerika saja, pada tahun 1929 hingga 1930an telah terjadi ”Great Depression” akibat inflasi yang superlatif. Negara besar seperti Amerika yang telah memproduksi lebih kurang 70% barang modal dan industri berat telah dicekik krisis yang tak terbendung. Pengangguran akibat PHK menjadi-jadi, yang mengakibatkan lebih kurang1/4 penduduk Amerika kehilangan pekerjaan; 33 juta kurang lebih orang Amerika harus jatuh ke lembah kesengsaraan. Di Inggris, raksasa industrialis Eropa bersama Jerman, harus merasai duka yang sama hebatnya pada rentang 1929-1932. Penduduk Inggris saat itu tak sebanyak penduduk Amerika, namun efek dari krisis global juga memengaruhi sektor paling vital, yaitu industri. Pengangguran merajalela dan krisis mengamuk kiri-kanan, demikian Tan Malaka menyebutnya.

Krisis ekonomi akibat ”Great Depression” ternyata membawa efek sangat besar bagi Indonesia saat itu. Bangsa harus hati-hati terhadap gerak langkah kolonial Belanda. Sifat dan bentuk perekonomian Belanda lebih kurang juga memengaruhi sifat dan bentuk perekonomian Indonesia**. Sistem kapitalis adalah sistem yang melumpuhkan bangsa-bangsa di dunia. Arus industrialisasi dan pasar modal masuk sana-sini hingga melewati celah-celah hidup masyarakat berkembang. Rakyat didikte untuk memiliki semangat industri dan pemesinan; di lain sisi mereka dirampas hak-haknya, dijajah tanahnya dan diperlakukan sebagai kuli di tanah sendiri. Tan Malaka memberi fragmen yang meletup-letup untuk membakar semangat rakyat saat itu. Namun, lagi, ia memuji politik Sovyet yang dianggapnya saat itu melangkahi sejarah dengan kecepatan raksasa.

Begini,

”...Dengan mulut dunia kapitalisme mencela politik dan sistem Sovyet. Tetapi dalam kalbunya mereka cemburu akan keamanan dan kemajuan di Rusia. Mereka sama tertarik oleh rencana ekonomi. Baik negara fasis atau pun demokrasi mencoba mengadakan rencana dan menjalankan rencana ekonomi”.


Tan Malaka merasa mendapat ”ilham” dan petunjuk dari Sovyet, yang secara tidak langsung disebutnya sebagai petunjuk yang patut ditiru. Dan untuk mencapainya rakyat Indonesia harus menunjukkan sikap antipati terhadap segala bentuk imperialisme dan kolonialisme lewat aksi-aksi brilian. Demikian, lahirlah aksi pemogokan buruh di tanah air yang cukup membuat Hindia Belanda tersintak. Sikap antipati itu juga yang melahirkan karya-karya Tan Malaka berupa Naar Republiek Indonesia (1924) yang mendahului Hatta dan Soekarno (Mencapai Indonesia Merdeka (1930) dan Ke Arah Indonesia Merdeka (1932)), MADILOG, GERPOLEK, Merdeka 100%, Dari Penjara ke Penjara, Massa Aksi, Uraian Mendadak, dan puluhan tulisan lainnya, bertumpu pada bagaimana membebaskan bangsanya dari kolonialisme4.

/4/
”Kita harus kembali ke masa 2500 lampau saja”, Tan Malaka berontak. Menurutnya, rakyat Indonesia tak lagi berinisiatif, lesu-malas, biadab. Ahli barat saja mengakui bahwa pada masa lampau, nenek Moyang Indonesia mampu mengarungi Samudera Hindia, sampai ke Afrika. Ke Timur ia mengarungi Samudera Teduh sampai Amerika Tengah. Benar sejarahnya, bangsa Indonesia masa itu tak berteriak keras, tetapi berlaku: berjuang, berdagang, bersawah-ladang.

Perjuangan lewat gerak laku adalah perjuangan sebenarnya. Perjuangan lewat teriakan adalah semu. Perjuangan lewat gerak laku dan teriakan adalah perjuangan yang penuh semangat. Inilah definisi perjuangan kiranya bagi Tan Malaka, dan definisi ini menghela nafas kita untuk tidak serta membantah perjuangan yang dilakukannya. Ya, Tan Malaka memiliki nafas pejuang. Geraknya, orasinya, adalah masa depan Indonesia yang digambarinya secara metafor sebagai perahu cadik. Perahu itu memiliki sayap kiri-kanan yang ramping untuk menjamin keamanan penumpangnya dari arus gelombang setinggi bukit. Hanya kerlap-kerlip bintang dan pengetahuan atas peredaran musim yang dapat dijadikan pedoman oleh nakhodanya. Dan itulah yang disebut sebagai petunjuk hakiki. Perjuangan tanpa pedoman adalah nihil, perjuangan tanpa petunjuk dan pengetahuan juga nihil. Dan kita tak menghendaki perjuangan yang semacam itu, tak ada bayang-bayang petunjuk di atasnya.

Akhirnya teringat saya akan Judul sebuah esai tentang marxis yang ditulisi Prof. Taufiq Abdullah itu ”Dan Hanya Bangsa yang Bisa Membebaskan Dirinya dari Rasa Dendam Yang Akan Menjadi Besar”5. Biarlah waktu berlalu dalam sejarah mengalir dari telaga membasuhi bumi sekitar, hingga berlabuh ke tengah samudera yang sejuk dan dalam. Tan Malaka dan sejarah kebenarannya memang tak seratus persen hilang terbasuh waktu. Suara sayunya masih mengelepak dan bersiulan sana-sini, meski tak senyaring Soekarno, Hatta maupun Syahrir. Dan kita tetap berharap namanya tetap menjadi bagian dari ketokohan penting Indonesia yang tak kabur oleh sejarah. Namun pastinya, Keppres RI No.53 tahun 1963 itu telah melekatkan selempang kepahlawanan di pundak Tan Malaka. Betapapun ia disebut: begini dan begitu. Kita berharap biografinya turut menghiasi lembaran bacaan di dinding Kepustakaan Nasional yang beberapa puluh tahun namanya kian menghilang. Dan kita bangsa Indonesia yang menghirupi oksigen bebas ini tentu tak ingin dikritisi sebagai bangsa yang berdiam diri terhadap sejarah, membiarkan ia gosong oleh abu selama puluhan, bahkan mungkin ratusan tahun lamanya sampai Indonesia Raya kembali ”bersuara”. Krakatau meletus menyemburkan batu dan lahar, merusakkan sekitarnya. Tetapi juga membagi bahagia kepada manusia, karena menyemburkan abu yang menambah subur dan makmurnya tanah. Tetapi sekarang bukan alam Indonesia yang meletus melainkan jiwa rakyatnya yang lama terhimpit dan tertindas itu, demikian katanya. Sekian.

Padang, Desember 2008
* Tan Malaka dilahirkan 2 Juni 1897 di desa Pandang Gadang-Sumatera Barat
** God schep den mens naar Zijn evenbeeld (Tuhan menjadikan manusia menyerupai diriNya);
Upaya belanda mematangkan koloninya dengan memegang konsep dirinya sebagai Tuhan.


Catatan Akhir :
1 Lihat Appendiks Pidato Tan Malaka, ”Membangun Dunia yang Adil Untuk
Semua Bangsa”, dalam Roeslan Abdulgani dkk. 2004. Soedirman-Tan Malaka
dan Persatuan Perjuangan. Restu Agung : Jakarta.
2 Zulhasril Nasir. Tan Malaka dan Kebangkitan Nasional (Online),
(http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/07/07/00194311/tan.malaka.dan.kebangkitan.nasional, diakses 23 Desember 2008)
3 Anonim. Gerilyawan Revolusioner yang Legendaris (Online),
(http://eh.web.id/tan-malaka/, diakses 23 Desember 2008)
4 Zulhasril Nasir. up cit.
5 Judul Kata Pengantar Taufiq Abdullah, dalam Taufiq Ismail. 2004. Katastrofi
Mendunia. Yayasan Titik Infinitum: Jakarta.