Seorang insinyur saat ini tidak hanya dibekali dengan medium desain teknologi dan perangkat keras enjinering, tetapi telah menjelma jadi perpaduan medium-medium tersebut dengan pola pikir manajemen yang progresif dan struktural
(1)
Insinyur adalah sebuah profesi. Keprofesian insinyur kurang lebih sama dengan keprofesian lain, seperti dokter, guru, pengacara dan lain-lain. Dewasa ini, pembicaraan tentang profesi dan kode etika insinyur kembali dibahas dan dimunculkan. Berbagai opini dimunculkan dan salah satu diantaranya yaitu perlunya studi komparatif atau perbandingan profesi insinyur dengan profesi lainnya. Seperti halnya profesi dokter, guru, pengacara, dan sebagainya maka insinyur bisa diklasifikasikan pula sebagai sebuah profesi. Dalam hal ini Accreditation Board for Engineering and Technology (ABET, 1993) telah mendefinisikannya sebagai :
"the profession in which a knowledge of the mathematical and natural sciences gained by study, experience and practice is applied with judgement to develop ways to utilize, economically, the materials and forces of nature for the benefit of mankind".
Dengan mengacu pada pengertian dan pemahaman profession tersebut di atas, maka tampak jelas bahwa ruang lingkup kegiatan rekayasa (keinsinyuran) bisa disejajarkan dengan kegiatan dalam lingkup kedokteran, keguruan, kepengacaraan maupun keprofesian lainnya. Ilmu rekayasa/keinsinyuran (engineering) sendiri secara umum dipahami sebagai ilmu terapan (applied science) atau penerapan dari prinsip-prinsip ilmiah melalui penggunaan model dan teknologi. Tujuan utamanya adalah merancang sistem baru dan memperbaiki yang sudah ada demi kemanfaatan manusia1.
Dalam konteks kekinian, makna “insinyur” secara etimologis telah mengalami ameliorasi. Insinyur dahulu dikenal sebagai ahli teknisi yang mampu membuat jembatan, bangunan, dan mesin-mesin pertanian. Insinyur saat ini tidak hanya menempatkan posisi keberartian insinyur sebagai ahli teknisi saja, tetapi juga menempatkannya sebagai seorang pemikir dan pembangun yang moderat. Pada masa sekarang, hampir setiap rumpun ilmu memerlukan peran seorang insinyur. Insinyur dibutuhkan dalam kajian mineralogi/metalurgi, geologi, planologi, konstruksi, industri, pertanian, bahkan kajian lingkungan hidup (environmental engineering). Seorang insinyur saat ini tidak hanya dibekali dengan medium desain teknologi dan perangkat keras enjinering, tetapi telah menjelma jadi perpaduan medium-medium tersebut dengan pola pikir manajemen yang progresif dan struktural. Pergeseran makna “insinyur” telah membawa suatu dampak logis guna memunculkannya kembali dalam studi komparasi sederhana dengan profesi-profesi lainnya.
Guru adalah sebuah profesi yang dapat dijadikan sebagai objek pembanding. Profesi guru hingga saat ini menjadi sebuah profesi yang appreciate bila dihubungkan dengan aspek non materiil, berupa transfer of knowledges dan transfer of value dari seorang guru pada peserta didiknya. Profesi guru terbagi atas tiga (3) fungsi umum, yaitu guru sebagai konselor, guru sebagai motivator dan guru sebagai fasilitator. Seorang guru dalam posisinya sebagai konselor mengambil peranan sebagai psikolog dan pengayom kebutuhan non psikis dari peserta didiknya. Disamping itu, ia juga lebih berperan sebagai penunjuk dan penyedia media ajar yang kemudian dikenal sebagai educational facilitator. Pada saat itu, profesi guru menjadi sebuah profesi yang prestisius yang layak memeroleh “nilai lebih” dalam pandangan strata masyarakat.
Keberadaan seorang guru mampu melahirkan ratusan sumber daya manusia yang berkualitas di masa datang. Bahkan lebih dari itu, peran seorang guru turut andil dalam melahirkan generasi-generasi profesi lainnya seperti dokter, pengacara, insinyur dan sebagainya. Profesi tersebut tidak akan pernah berarti apa-apa tanpa melewati pembekalan mendasar dan proses pembelajaran panjang dari tenaga pendidiknya (: guru). Bagian dari deskripsi tugas seorang guru adalah menyiapkan sumber (bahan) pembelajaran, media pembelajaran, kurikulum, dan strategi ajar. Deskripsi tugas ini tentu saja membutuhkan kemauan, semangat dan ketekunan guna melahirkan pembekalan pendidikan yang berkualitas bagi peserta didik.
Dalam analisis sederhana, ada beberapa kriteria kesamaan antara profesi keguruan dan keinsinyuran, diantaranya dilihat dari aspek kemampuan, keahlian, kompetensi, kecakapan hidup, dan kode etika. Beberapa komparasi tersebut dan perbedaan deskripsinya diperlihatkan dalam Tabel 1. berikut.
Tabel 1. Komparasi Guru dengan Insinyur
Tabel 2. Kompetensi Guru dalam Standardisasi Profesi2
Disamping profesi guru, juga terdapat profesi lain yang tidak kalah penting yaitu profesi dokter. Profesi kedokteran sebenarnya telah lama menjadi sasaran kritik sosial yang tajam3. Rasa kurang puas terhadap profesi kedokteran muncul dalam media massa. Sejauh ini, masyarakat biasanya baru tersentak jika pelanggaran etik kedokteran telah menyangkut bidang hukum. Dengan semakin berkembangnya kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban profesi kedokteran, maka tindakan-tindakan yang merupakan pelanggaran etik kedokteran mulai disoalkan. Hal-hal yang dahulu tidak dikenal sebagai pelanggaran, sekarang sudah mulai disadari. Bahkan tindakan-tindakan yang sebenarnya tidak termasuk pelanggaran etik dengan mudahnya dianggap sebagai pelanggaran etik dan dinyatakan sebagai malpraktik. Hal tersebut kemudian menimbulkan kesan bertambahnya kasus-kasus pelanggaran etik. Namun bukan berarti profesi guru atau insinyur dapat terlepas dari persoalan kode etik yang pelik sepertihalnya profesi dokter. Catatan tersebut menjadi wujud realitas yang dilaporkan langsung oleh Konsil Kedokteran Indonesia (2006).
Pada dasarnya profesi dokter dan insinyur memiliki dua (2) kesamaan yang sangat substansial yaitu peranan dalam memegang teguh prinsip dasar dan kode etik profesi, serta acuan dasar kompetensi yang digariskan secara bersama oleh asosiasi profesi dari masing-masingnya. Asosiasi profesi dokter di Indonesia dipayungi oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), sementara asosiasi profesi insinyur Indonesia diorganisir oleh Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
Tabel 3. Perbandingan Profesi Dokter dan Insinyur
Perbandingan melalui analisis sederhana tersebut di atas tidak semata memberikan gambaran bagi banyak kalangan tentang keberadaan insinyur sebagai sebuah profesi. Perbandingan tersebut setidaknya mendasari satu pertanyaan, dalam posisi mana keberadaan insinyur saat ini apabila dilihat dari profesionalitas, kepatuhan terhadap kode etik, serta yang paling sentral yaitu kemampuan bobot atau kompetensi yang dipunyai insinyur itu sendiri. Kode etik adalah rambu-rambu yang tidak dapat diindahkan oleh seorang insinyur atau sarjana teknik karena setiap pelanggaran terhadapnya akan berbuah terhadap konsekuensi terhadap kesejahteraan dirinya, lingkungan dan atau masyarakat. Etika profesi keinsinyuran menurut Bennet4 (1996) didefinisikan sebagai "study of the moral issues and decisions confronting individuals and organizations involved in engineering". Dengan demikian, kode etik berhubungan dengan masalah moral, individu dan atau organisasi yang memuat sanksi yang dapat diberikan oleh wadah asosiasi profesi yang memayunginya.
Pengenalan dan pemahaman mengenai etika profesi keinsinyuran ini perlu dilakukan sedini mungkin, bahkan beberapa perguruan tinggi teknik sudah mencantumkannya dalam kurikulum dan mata kuliah khusus. Accreditation Board for Engineering and Technology (ABET) sendiri secara spesifik memberikan persyaratan akreditasi yang menyatakan bahwa setiap mahasiswa teknik (engineering) harus mengerti betul karakteristik etika profesi keinsinyuran dan penerapannya. Dengan persyaratan ini, ABET menghendaki setiap calon insinyur harus betul-betul memahami etika profesi, kode etik profesi dan permasalahan yang timbul diseputar profesi yang akan ditekuninya nanti.
Adapun kekurangan yang dihadapi oleh kalangan insinyur saat ini adalah anggapan minor terhadap terjadinya deteriorisasi kode etik dan atau kemampuan keinsinyuran yang berdampak terhadap brand profesionalitas insinyur itu sendiri.
(2)
Kelebihan dan Kekurangan Profesi Insinyur dengan Guru dan Dokter
Secara konseptual
Secara konsep, profesi insinyur memiliki perbedaan dengan profesi guru. Profesi guru diperoleh melalui sertifikasi formal yang dilegalkan oleh Institut Keguruan atau Universitas yang memegang paten keguruan. Sementara Insinyur pada saat ini tidak lagi diformalisasikan lewat institusi formal seperti Universitas tetapi lewat organisasi asosiasi profesi. Di Indonesia, sertifikasi insinyur disahkan oleh asosiasi PII dan setiap calon insinyur diharuskan untuk mengikuti kegiatan rutin yang dapat mendukung pemahaman dan kompetensi calon insinyur terhadap bidang kajiannya. Profesi dokter sebenarnya tidak berbeda jauh dengan profesi insinyur, pokok fondasi dari kedua profesi ini tidak jauh berbeda karena memegang teguh kode etik masing-masing yang dalam garis besar dibedakan atas etika kemanfaatan umum (utilitarianism ethics), etika kewajiban (duty ethics), etika kebenaran (right ethics), etika keunggulan/kebaikan (virtue ethics), dan etika sadar lingkungan (environmental ethics). Keseluruhan pokok etika ini harus diaplikasikan oleh seorang dokter dan atau insinyur.
Kesamaan lain dari keduanya (insinyur dan dokter) adalah sama-sama menuntut keahlian rasional-matematika (basic sciences) dan meramunya dengan permasalahan praktis di lapangan. Perbedaan yang cukup menonjol saat ini yaitu seorang insinyur harus dibekali dengan sedikit pengetahuan organisasi dan manajerial yang secara teoritik tidak diperoleh lewat bangku pembelajaran keguruan/kedokteran. Adapun kekurangan yang dihadapi oleh kalangan insinyur saat ini adalah anggapan minor terhadap terjadinya deteriorisasi kode etik dan atau kemampuan keinsinyuran yang berdampak terhadap brand profesionalitas insinyur itu sendiri. Pengakuan terhadap legalisasi profesi insinyur pada saat sekarang tidak sebaik pandangan masyarakat terhadap profesi lain, seperti dokter dan pengacara. Sebagai pandangan logis, setiap dokter atau pengacara dapat mengambil peruntungan legalisasi profesi dengan membuka praktik umum atau komersialisasi penyediaan jasa secara legal. Berbeda dengan saat ini, seorang insinyur yang telah bersertifikasi tidak dapat dengan segera membuka penyediaan jasa konsultan sebelum terlebih dahulu membuktikan striving on progressnya dalam jangka waktu panjang terhadap instansi swasta, industri dan atau pemerintah.
Penerapan
Dalam kenyataannya, penerapan kode etik profesi belum sepenuhnya dapat diterapkan secara baik oleh keseluruhan profesi (guru, dokter, insinyur). Pelaksanaan pedoman kode etik profesi seharusnya diimbangi dengan pemuatan sanksi hukum tertulis terhadap pelanggaran poin kode etik tersebut. Pelanggaran kode etik dapat saja terjadi untuk profesi apapun, dan sanksi hukum untuk tiap profesi adaptif terhadap pelanggaran yang dilakukan. Pelanggaran dalam etika profesi dapat berupa pelanggaran terhadap perbuatan yang tidak mencerminkan respek terhadap nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh profesi atau pelanggaran perbuatan pelayanan jasa profesi yang kurang mencerminkan kualitas keahlian yang kurang dapat dipertanggung-jawabkan5.
Profesi dokter dan insinyur adalah profesi yang tidak hanya berhubungan dengan individu atau sekelompok orang, tetapi berhubungan langsung dengan komunitas masyarakat dan menyangkut kepentingan publik. Seorang insinyur memiliki tanggung jawab sosial apabila pekerjaan yang diembannya berhubungan dengan lingkungan masyarakat. Seorang dokter juga memiliki tanggung jawab moral terhadap pasiennya karena menyangkut keselamatan hidup orang lain. Dengan demikian, organisasi profesi bersama pemerintah dan aparat hukum harus mencermati dan membuat perundangan yang tegas terhadap tiap pelanggaran yang berhubungan dengan pelanggaran kode etik profesi. Pemberian sanksi oleh asosiasi profesi saja tidak cukup tanpa adanya sanksi atau perundangan hukum yang dapat mengikat pelaku pelanggar kode etik profesi tersebut.
Catatan Akhir :
1Anonim. “Etika Profesional: Pengalaman dan Permasalahan”.
(http://www.geocities.com//), diakses 24 Januari 2009.
2 Lihat pedoman sertifikasi guru Universitas Negeri Padang. “Sertifikasi Guru”.
(http://sertifikasi.profesi.blogspot.com//), diakses 24 Januari 2009.
3Lihat catatan Pedoman Standar Pedoman Profesi Dokter. 2006. Konsil Kedokteran
Indonesia. Indonesian Medical Council. Jakarta. (http://www.depkes.go.id//), diakses 24 Januari 2009.
4Anonim. up cit. “Etika Profesional: Profesi, Profesional, Profesionalisme”.
5Anonim. up cit. “Etika Profesi dan Kode Etik Profesi”.
Tentang Penulis :
Insannul Kamil. Dosen Tetap Jurusan Teknik Industri Universitas Andalas Padang. Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Wilayah SUMBAR.
Andhika Dinata. Mahasiswa Riset Jurusan Teknik Industri Universitas Andalas. Saat ini sedang menyelesaikan studi di almamternya tersebut.